Kegagalan Keamanan Intelijen Terbesar Sejarah Israel: Nasib Benjamin Netanyahu Sudah Di Ujung Tanduk

Jakarta – Netanyahu berada di tepi jurang setelah jajak pendapat pada 14 November menunjukkan popularitas Netanyahu di kalangan Yahudi Israel hanya sekitar 4 persen. Sementara lawan maupun sekutu tradisional Netanyahu menyerukan agar dia mengundurkan diri setelah perang di Gaza berakhir.

Keluarga tawanan Israel yang ditahan di Gaza melakukan protes dengan aksi long march dari Tel Aviv ke kediaman Perdana Menteri Benjamin Netanyahu di Yerusalem pada Sabtu (18/11/2023).

Pakar Urusan Palestina-Israel di Middle East Institute di Washington, DC, Khaled Elgindy mengatakan, ini adalah situasi yang sangat rentan bagi Netanyahu dalam sejarah karir politiknya.

“Dia sangat rentan, lebih dari yang pernah dia alami dalam karir politiknya mengingat dia memimpin kegagalan keamanan intelijen terbesar dalam sejarah Israel,” kata Elgindy, dilaporkan Aljazirah, Sabtu (18/11/2023).

Netanyahu memenangkan pemilu pada November tahun lalu dan mengangkat pemerintahan paling sayap kanan dalam sejarah Israel. Netanyahu telah berjuang melawan kritik. Aksi protes besar-besaran telah mengusik masa jabatan Netanyahu atas upayanya melakukan reformasi peradilan.

Namun serangan mengejutkan Hamas pada 7 Oktober telah mengikis sebagian besar dukungan yang pernah dinikmati Netanyahu.

“Saya menduga ada banyak ketidakpuasan terhadap kepemimpinannya di pemerintahan, bahkan di dalam partainya sendiri,” ujar Pakar Palestina dan Israel di Universitas New York, Zachary Lockman.

Di Israel, 94 persen penduduk percaya bahwa pemerintahan Netanyahu setidaknya harus disalahkan atas peristiwa 7 Oktober, ketika pejuang Hamas menerobos pagar perbatasan dan menyerang Israel selatan. Israel mengklaim serangan itu menewaskan 1.200 orang.

Mayoritas warga Israel percaya bahwa Netanyahu harus mengundurkan diri setelah perang berakhir. Sebagian besar kritik yang ditujukan kepada Netanyahu adalah karena kurangnya tekad pemerintah dalam membebaskan lebih dari 200 tawanan di Gaza yang ditahan oleh Hamas dan pejuang Palestina lainnya.

Pada Jumat (17/11/2023), Israel menemukan setidaknya dua mayat tawanan. Sementara empat tawanan telah dibebaskan melalui upaya mediasi yang dipimpin oleh Qatar dan negara-negara lain.

Namun Netanyahu sejauh ini menolak kesepakatan yang lebih besar mengenai gencatan senjata  dengan imbalan pembebasan lebih banyak tawanan.

Netanyahu mengatakan, dia hanya akan mempertimbangkan untuk menghentikan serangan terhadap Gaza ketika semua sandera dibebaskan.

Laporan menunjukkan bahwa pejuang Palestina menawarkan untuk membebaskan setidaknya 50 sandera dengan imbalan gencatan senjata selama tiga hari, namun Netanyahu diduga menolak kesepakatan tersebut. Sejauh ini, Presiden Amerika Serikat (AS), Joe Biden mendukung Netanyahu dalam menentang gencatan senjata.

“Mereka mendapat dukungan penuh dari Amerika Serikat, namun kesabaran pemerintahan Biden mungkin akan habis suatu saat nanti. Permintaan untuk gencatan senjata meningkat di Amerika Serikat, tetapi (juga) di Eropa dan negara-negara lain,” kata Lockman.

Tinggalkan Balasan