Tergelincir ke Level Terendah: Nasib Batu Bara Menyedihkan,

[ad_1]

Jakarta – Anjloknya harga batu bara disebabkan karena dua pengguna batu bara terbesar di dunia tersebut mengalami penurunan permintaan. S&P Global Commodity Insight percaya bahwa China akan terus menekan permintaan dengan harapan dapat membeli dengan harga murah.


Penundaan permintaan China menjadi berhasil menjatuhkan harga batu bara, bahkan menyentuh level terendahnya dalam 2 tahun lebih.

Begitu pula dengan India yang terbesar kedua dalam penggunaan batu bara dan harus menghentikan apa yang dia cari, karena enggan membeli pada harga saat ini. Permintaan dari dua raksasa ekonomi Asia telah menekan harga pasir anak.

Harga batu bara global terpuruk pekan ini, bahkan sempat mencapai harga terendah baru. Merujuk pada Refinitiv, harga batu bara ICE Newcastle kontrak Desember ditutup di posisi US$125,75 per ton atau terkoreksi 6,33% selama pekan ini atau turun 1,76% pada penutupan perdagangan Jumat (3/11/2023).

Selain itu, penurunan harga juga disebabkan oleh mulai beralihnya ke sumber energi gas di tengah pasokan batu bara yang masih mencukupi. Dalam perdagangan batubara fisik, kurangnya “pembeli asli” terus “menghambat aktivitas”, kata seorang broker dalam sebuah catatan kepada kliennya yang dikutip dari Montel.

Seorang analis pemasok batu bara sepakat bahwa permintaan tidak banyak, meskipun ia mengatakan terdapat peningkatan konsumsi di Jerman. Ia juga menunjukkan adanya keterbatasan pada kualitas batubara dengan spesifikasi lebih tinggi.

Kendati terjadi penurunan yang signifikan, namun masih ada harapan untuk harga emas hitam mengalami rebound akibat permintaan listrik China di masa mendatang.

Permintaan China pada musim dingin ini mungkin meningkat sebesar 140 gigawatt (GW) atau 12,1% dari puncak tahun lalu, karena penggunaan listrik melonjak pada paruh kedua tahun 2023, kata seorang pejabat pada Senin yang dikutip dari Reuters.

Sebagai informasi, permintaan listrik China pada bulan September naik sebesar 9,9% dari tahun sebelumnya menjadi 781 ribu GigaWatt-hour (GWh), kata National Energy Agency (NEA) awal bulan ini, seiring dengan meningkatnya aktivitas ekonomi di negara dengan perekonomian terbesar kedua di dunia tersebut.

[ad_2]

Tinggalkan Balasan